PENGARUH
SISTEM PRIMOGENITURE TERHADAP KEHIDUPAN PEREMPUAN BANGSAWAN DI INGGRIS PADA
ABAD KE-18 DALAM FILM SENSE AND SENSIBILITY
KAJIAN
FEMINIS LIBERAL
Inton & Debbi Rizki
Nurastuti
Fakultas Sastra,
Budaya dan Ilmu Komunikasi
UNIVERSITAS AHMAD
DAHLAN
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.a.
Latar Belakang
Realitas sosial seringkali menstimulasi rasa ingin tahu para cendekiawan untuk
dianalisis, baik realitas sosial yang telah ada solusinya maupun realitas
sosial yang sering menjadi wacana sensitif
hingga kini. Salah satu realitas sosial yang masih menjadi wacana
sensitif tersebut adalah isu gender. Dalam hal ini untuk mengetahui apa dan
bagaimana isu gender tersebut, penulis harus mendefinisikan terlebih dahulu apa
yang dimaksud dengan gender. Gender berasal dari bahasa Latin,
yaitu genus, yang berarti tipe atau jenis. Gender adalah sifat dan
perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara
sosial maupun budaya. Karena dibentuk oleh sosial dan budaya setempat, maka
gender tidak berlaku selamanya tergantung kepada waktu (tren) dan tempatnya.
Isu gender
sangat berkaitan erat dengan posisi wanita sebagai mahluk inferior dan pria sebagai
mahluk superior ciptaan Tuhan. Jika dihubungkan dalam film Sense and
Sensibility, dapat disimpulkan bahwa isu gender semakin diperparah dengan di
implementasikannya hukum pembagian
warisan Primogeniture di Inggris, dimana sistem bagi waris tersebut sangat
merugikan pihak perempuan dan menempatkan laki - laki sebagai posisi yang
beruntung.
Primogeniture
di Inggris merupakan warisan sistem feodal dari Normandia. Pembagian warisan
dengan sistem Primogeniture menggunakan common law, dimana system ini berdasarkan
adat dan kebiasaan. Sistem ini digunakan agar kekayaan tidak jatuh ketangan
orang lain. Pemerintah Inggris menerapkan sistem Primogeniture dari tahun 1066
hingga 1962. Kurang lebih 900 tahun masyarakat Inggris merasakan sistem
pembagian warisan Primogeniture. Sistem Primogeniture merupakan pembagian
warisan yang diberikan kepada anak laki-laki pertama saja, sedangkan anak yang
lain baik laki-laki maupun perempuan mencari harta dan tahta sendiri tanpa
mewarisi apa pun dari orang tua khususnya ayah.
Penulis mencoba
membatasi wacana diatas bahwa metode pembagian warisan Primogeniture di Inggris Raya merupakan metode pembagian warisan yang sangat mempengaruhi aspek kehidupan
karakter – karakter utama dalam film Sense and Sensibility, baik status
sosialnya maupun ekonominya. Film tersebut merupakan adaptasi dari sebuah novel
yang berjudul sama yang ditulis oleh salah satu penulis besar di Inggris yaitu
Jane Austen, dimana novel tersebut terbit pada tahun 1811. Jane Austen hidup di
keluarga kecil yang harmonis, dan di umurnya yang ke 19 tahun sang penulis
novel tersebut tinggal di lingkungan bangsawan – bangsawan Inggris di pertengahan
kedua abad 18.
Dalam hal ini perlu diketahui bahwa karya
sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan masyarakat. Pengarang
berusaha mengungkapkan suka duka kehidupan masyarakat yang mereka rasakan atau
mereka alami melalui karyanya. Selain itu, karya sastra menyuguhkan potret
kehidupan dengan menyangkut persoalan sosial dalam masyarakat, maka lahirlah
pengalaman kehidupan sosial tersebut dalam bentuk karya sastra.
Melalui
karya sastra, seorang pengarang
mengungkapkan problema kehidupan yang pengarang sendiri ada didalamnya. Oleh
karena itu, penulis mencoba mengintegrasikan karya sastra sebagai refleksi
kehidupan dan kehidupan sosial bermasyarakat Jane Austen yang merupakan penulis
novel Sense and Sensibility. Sehingga, dapat dikatakan bahwa Jane Austen yang
pada saat itu tinggal di lingkungan bangsawan Inggris berhasil menggambarkan
kembali bagaimana kehidupan sosial bermasyarakat para bangsawan yang hidupnya
sangat tergantung pada status sosial dan ekonominya.
Sistem
pembagian warisan dengan metode Primogeniture tersebut sangat jelas digambarkan
melalui film tersebut bahwa perempuan di Inggris pada abad ke 18 baik berdarah
bangsawan ataupun rakyat biasa tidak berhak untuk menerima warisan dari sang
ayah, sehingga dalam kasus ini sistem bagi waris metode Primogeniture sangat merugikan
kehidupan para perempuan bangsawan dari segala aspek kehidupannya, salah satu
aspeknya yaitu kondisi ekonomi perempuan – perempuan tersebut, dimana kondisi
ekonomi sangat berperan untuk mempertahankan status sosial agar tetap dianggap
the Honourable Lady di tengah masyarakat Inggris biasa (Common People), terutama
bagi karakter utama dalam film Sense and Sensibility yang merupakan seorang perempuan
yang berdarah bangsawan. Tidak hanya status sosial mereka yang terkena pengaruh
atas diterapkannya sistem Primogeniture tersebut melainkan juga hal yang
bersifat pribadi seperti halnya dunia percintaan para perempuan bangsawan.
1.b. Alasan
Film
yang berjudul Sense and Sensibility karya sutradara Ang Lee ini menurut penulis
sangat menarik untuk dikaji melalui perspektif kajian feminis liberal, karena
kajian tersebut sangat menitikberatkan pada pemerataan hak perempuan dan laki –
laki secara keseluruhan tanpa adanya pertimbangan laki – laki sebagai manusia
superior dan wanita sebagai manusia inferior. Tokoh aliran ini adalah Naomi
Wolf, sebagai "Kekuatan Feminisme" yang merupakan solusi. Kini
perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan
perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan
bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki.
Teori
tersebut beranggapan perempuan diciptakan sama kedudukannya sebagai mahluk
ciptaan Tuhan yang memiliki kapabilitas setara dengan laki - laki, sehingga dalam
mendapatkan haknyapun seharusnya adil dan setara, tanpa adanya pertimbangan atas
perbedaan gender. Namun, hal tersebut sangat bertolak belakang dengan diimplementasikan
sistem Primogeniture di Inggris pada abad ke 18, khususnya dalam film Sense and
sensibility yang menyebabkan ketidakadilan dalam pembagian harta warisan, sehingga
menempatkan ahli waris perempuan di sudut yang tidak menguntungkan sama sekali dalam
sebuah keluarga. Adapun beberapa alasan menarik mengapa film Sense and
Sensibility ini layak dikaji diantaranya adalah :
1. Dari
beberapa kasus dalam film Sense and Sensibility yang penulis amati, salah satu
yang paling menarik untuk diketahui adalah kasus percintaan, dimana dunia
percintaan kedua karakter utama dalam film tersebut tidak hentinya mendapatkan
hambatan yang sulit dikarenakan mereka tidak mempunyai apa – apa selain status
sosialnya sebagai golongan bangsawan. Diterapkannya sistem Primogeniture dalam
film Sense and Sensibility, dimana sistem pembagian warisannya sangat tidak
menguntungkan kaum perempuan sebagai salah satu ahli waris keluarga.
2. Perempuan
sebagai manusia inferior digambarkan dengan jelas dalam film tersebut, dimana
kedua karakter kakak beradik Elinor dan Marianne, yang merupakan dua karakter utama
dalam film Sense and Sensibility, sama sekali tidak mendapatkan warisan dari
sang ayah sehingga mereka mengalami krisis ekonomi, dimana hal tersebut sangat
mempengaruhi status sosial mereka.
3. Kerangka
pikiran yang berkembang di tengah – tengah masyarakat Inggris pada abad ke 18 yang
contohnya dapat dilihat melalui jenis kelamin mahasiswa dikedua universitas
besar di Inggris yaitu Oxford dan Cambridge berdiri, faktanya hanyalah kaum
laki – laki saja yang berhak untuk duduk di bangku sekolah, sedangkan mereka
kaum perempuan tidak diperbolehkan untuk mengenyam pendidikan, dengan kata lain
posisi wanita selalu disudutkan diabad ini.
4. Jika
kajian feminis liberal menurut Naomi yang pada hakikatnya menuntut penyetaraan
hak atas pendidikan dan pendapatan serta kemandirian perempuan sebagai individu
dihubungkan dengan fenomena sosial, khususnya yang terjadi pada abad ke 18 di
Inggris, maka hal tersebut sangat bertolak belakang dengan fakta yang terjadi
pada masa itu di Inggris, khususnya dalam film Sense and Sensibility karya Ang
Lee tersebut.
1.c.
Tujuan
Tujuan umum dibuatnya tulisan ini
adalah menganalisis pengaruh sistem Primogeniture
terhadap kehidupan perempuan bangsawan (the honorable lady) di Inggris pada abad
ke 18 dalam film Sense and Sensibility melalui kajian feminis liberal, adapun
tujuan khusus penulisan diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui
dampak – dampak lebih jauh atas diterapkannya sistem pembagian warisan yang
merugikan ahli waris perempuan, yaitu system Primogeniture terhadap kehidupan
para bangsawan perempuan yang direfleksikan kembali oleh Ang Lee melalui sebuah
film adaptasi dari sebuah novel berjudul sama yaitu Sense and Sensibility.
2. Menemukan
fakta diskriminasi terhadap perempuan atas penerapan sistem Primogeniture pada
abad ke 18 yang diduga adanya kemungkinan pembodohan terhadap harkat dan
martabat perempuan, khususnya perempuan bangsawan melalui film tersebut.
3. Menganalisis
kajian feminis liberal menurut pandangan Naomi Woolf dengan cara menghubungkan
bagian – bagian film yang mengandung unsur - unsur diskriminasi dengan karakter
- karakter utama yang merupakan perempuan dalam film tersebut.
4. Secara
umum, penulis berusaha mencari tahu apakah film ini merupakan gambaran
kehidupan para bangsawan di Inggris atau tidak, sebagaimana mereka hidup
dibawah tekanan sebuah stereotipe yang merugikan perempuan sebagai manusia
inferior pada abad ke 18.
5. Membandingkan
metode pembagian warisan menurut hukum Islam dengan hukum Primogeniture pada
abad ke 18 di Inggris.
II
KERANGKA TEORI
A. Teori
Berdasarkan latar
belakang yang telah diuraikan diatas, landasan teori yang digunakan untuk
menganalisa film yang berjudul Sense and Sensibility adalah analisis kajian
feminis liberal. Oleh karena itu, membahas feminis liberal artinya membicarakan
ideology dan asal usul lahirnya feminis liberal. Adapun asal mula lahirnya
feminis liberal yaitu disebabkan oleh adanya aliran pemikiran politik yang
berada dalam proses rekonseptualisasi, pemikiran ulang, dan penstrukturan
ulang. Feminism liberal menekankan dua hal yaitu, pertama bahwa keadilan gender
menuntut kita untuk membuat aturan permainan yang adil, dan yang kedua yaitu
memastikan tidak satupun dari pelomba untuk kebaikan dan pelayanan bagi
masyarakat dirugikan secara sistematis, keadilan gender tidak menuntut kita
untuk memberikan hadiah bagi pemenang dan yang kalah . Tujuan umum dari feminis
liberal adalah menciptakan masyarakat yang adil dan peduli dimana kebebasan
berkembang karena diyakini oleh pencetus kajian feminis liberal, Naomi Woolf
bahwa hanya didalam masyarakat seperti itu perempuan dan laki – laki dapat mengembangkan
diri.
Akar feminisme abad ke-18 dan ke-19
Alison Jaggar, dalam Feminist Politic and Human Nature mengamati bahwa
pemikiran politis liberal mempunyai konsepsi atas sifat manusia, yang menempatkan keunikan kita sebagai manusia dalam kapasitas kita untuk
bernalar. Keseluruhan sistem atas hak individu dibenarkan. Bagi kaum liberal klasik
negara yang ideal harus melindungi kebebasan sipil (misalnya, kebebasan
menyampaikan pendapat). Bagi kaum liberal yang berorientasi kepada kesejahteraan, sebaliknya
Negara yang ideal lebih fokus pada keadilan ekonomi kebebasan sipil. Menurut pandangan kelompok liberal ini, individu memasuki pasar dengan
perbedaan pada posisi asal yang menguntungkan, bakat inhern dan keuntungan
semata. Feminis liberal kontemporer tampaknya lebih cenderung kepada liberalisme yang berorientasi kepada kesejahteraan. Bahkan
Susan Wendell (bukan seorang feminis liberal) menggambarkan pemikiran feminis
liberal, ditegaskannya sebagai pemikiran yang berkomitmen kepada pengaturan ulang ekonomi
secara besar-besaran dan redistribusi kemakmuran secara lebih signifikan,
karena salah satu dari tujuan
politik modern yang paling dekat dengan feminisme liberal adalah kesetaraan kesempatan, yang tentu saja akan menuntut dan juga akan membawa kepada kedua komitmen tersebut.
Gerakan Femins Liberal pada abad ke-20
di Amerika Serikat selama tahun 1960-an ada dua kelompok, yaitu The National
Women Party dan The National Federation of
Bussines and Profesional Women’s Club yang mengampanyekan hak-hak perempuan. Alih-alih usaha kedua kelompok ini, diskriminasi
terhadap perempuan tidak juga berakhir terutama karena kepentingan
hak-hak perempuan belum menjadi kesadaran dari kebanyakan penduduk
Amerika Serikat. Arah
kontemporer dalam feminism liberal berkeinginan membebaskan perempuan dari peran gender yang opresif yaitu dari peran-peran yang digunakan sebagai alasan atau pembenaran untuk
memberikan alasan yang lebih rendah atau tidak memberikan tempat sama sekali bagi
perempuan baik dalam akademi, forum, maupun pasar. Mereka menekankan bahwa masyarakat patriarkal mencampuradukan seks dan gender
dan menganggap hanya pekerjaan-pekerjaan yang dihubungkan dengan
kepribadian feminim yang layak untuk perempuan.
B. Metode dan Data Penelitian
Analisis data
adalah kegiatan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi tanda/ kode, dan
mengkategorikan data sehingga dapat ditemukan dan dirumuskan hipotesis kerja
berdasarkan data yang diperoleh. Neong Muhadjir menyatakan bahwa analisis data
merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi,
wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang
diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Definisi-definisi
lain tentang analisi data, adalah sebagai berikut:
- Analisis data merupakan upaya memilah dan
memilih data yang mempunyai makna, penting dan dapat digunakan untuk
dipelajari, kemudian disampaikan pada orang lain.
- Analisis data ialah suatu proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan
temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.
- “Menganalisis data bisa diartikan
mengelompokkan data membuat suatu urutan, memanipulasi, serta menyingkat
data sehingga mudah untuk dibaca”.
- “Data analysis involves organizing what you
have seen, heard, and read so that you can make sense of what you have
learned” (Analisis data terkait secara sistematik terhadap apa dapat kamu
lihat, dengar, dan kamu baca sehingga dapat membuat pengertian dari apa
yang kamu pelajari).
Teknik
Analisis Data yang penulis gunakan untuk tugas yang berjudul pengaruh sistem Primogeniture terhadap
kehidupan perempuan bangsawan di Inggris pada abad ke-18 dalam Film Sense and
Sensibility ini menggunakan teknik analisis data kulitatif, dimana sumber
data dipilih dan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Proses pengumpulan data
mengutamakan perspektif emic (mementingkan bagaimana responden memandang
dan menafsirkan dunia sekitarnya). Sesuai dengan jenis data, penelitian ini
menggunakan metode pengumpulan data, pengamatan dan dokumentasi. Ketiga metode
pengumpulan data ini merupakan ciri khas penelitian kualitatif. Menurut Bogdan
dan Biklen (1982: 2), "…qualitative research and those that most embody
the characteristics we just touched upon are participant observation and
indepth interviewing". Meskipun begitu, penulis akan menggunakan metode
pengumpulan data dan pengamatan tanpa mengikutsertakan dokumentasi dalam
tulisan ini.
Adapun dari banyak jenis metode penelitian kualitatif yang ada, penulis
hanya menggunakan tiga jenis metode penelitian data kualitatif yang sangat
tepat untuk diterapkan dalam penulisan yang berjudul pengaruh sistem Primogeniture
terhadap kehidupan perempuan bangsawan di Inggris pada abad ke-18 dalam Film
Sense and Sensibility ini. Tiga metode yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1.
Metode
Diskriptif Analisis
Metode Diskriptif Analisis akan digunakam dalam usaha mencari dan
mengumpulkan data, menyusun, menggunakan serta menfsirkan data yang sudah ada.
Untuk menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap suatu obyek
penelitian.
Sanapiah Faisal mengartikan metode deskriptif adalah berusaha
mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang ada, baik kondisi atau
hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang telah berlangsung
dan berkembang. Dengan kata lain metode deskriptif adalah memberikan gambaran
yang jelas dan akurat tentang material/fenomena yang diselidiki.
2. Domain Analisis (analisis bahasa orang lain dalam konteks budaya) menurut James Spradley, sehingga menjelaskan situasi sosial
dan pola budaya di dalamnya.
a.
Hubungan semantik.
·
Tekankan arti
dari situasi sosial kepada peserta.
·
Saling
berhubungan memaknai situasi sosial dan budaya.
·
Berbagai jenis
domain: folk domains/domain rakyat (istilah mereka untuk domain), domain
campuran, analitik domain (istilah peneliti untuk domain).
b.
Pemilihan Hubungan Semantik
·
merumuskan
pernyataan tentang hubungan-hubungan
·
ulangi proses
untuk hubungan semantik yang berbeda
·
domain yang
ditemukan kemudian didaftar/didata semua.
3.
Analisis Hermeneutis (hermeneutika =
perasaan dalam teks tertulis) Max Van Manen, tidak mencari makna objektif dari teks, tetapi makna dari teks bagi sebagian
orang dalam situasi orang lain, yakni mencoba untuk keluar dari ikatan dalam diri analisis – menceritakan kisah
mereka, bukan sebagai milik penulis cerita, dan menggunakan kata-kata karakter dalam cerita, namun jika kurang interpretif maka perlu dipahami dari
pendekatan lain melalui analisis perbedaan
penafsiran teks secara berlapis. Metode
penafsiran tersebut terbagi mejadi dua yaitu :
·
Pengetahuan
dibangun/konstruktif dengan membangun makna
dari teks (dari latar belakang dan situasi sekarang – Konstruksi Sosial ini
dikarenakan pengaruh dari orang lain – interaksionisme simbolis)
·
Menggunakan konteks –
waktu dan tempat penulisan – untuk mengerti. Bagaimana situasi sosial
budayanya.
BAB II
ANALISIS
2.a.
Pembodohan terhadap perempuan sebagai mahluk ciptaan Tuhan berharkat dan
bermartabat melalui stereotipe tradisional yang berkembang pada abad ke-18 di
Inggris oleh kaum laki-laki
Membahas stereotype erat kaitannya dengan
sebuah ideology, perlu ditekankan bahwa stereotipe tradisional merupakan
perspektif awam yang melihat objek sebagai sasaran inferior, hal ini dianggap
benar pada masa itu sehingga diyakini secara turun temurun kebenarannya. Dalam
hal ini, penulis mengemukakan kembali
fenomena sosial yang telah terjadi pada abad ke-18 di Inggris, dimana fenomena
sosial tersebut sangat merugikan perempuan ketika diterapkannya system
pembagian warisan Primogeniture. System tersebut diyakini dan diterapkan
sebagai a common law di Inggris.
Seperti yang dipaparkan sebelumnya bahwa sistem pembagian warisan primogeniture
tidak memperbolehkan perempuan mendapatkan haknya sebagai ahli waris dalam
sebuah keluarga pada abad ke 18 di Inggris. Perempuan tidak berhak menjadi ahli
waris selain laki-laki, oleh karena itu kaum laki-laki yang merupakan
satu-satunya gender di inggris yang mendapatkan kesempatan untuk mengenyam
bangku sekolah hingga level universitas, seharusnya dapat berpikir kritis akan
realitas sosial yang terjadi pada kaum perempuan, sebab hanya kaum laki-laki
pada masa itu yang merupakan kaum cendekiawan.
Menanggapi kembali realitas-realitas sosial
yang terjadi, jelas dapat menstimulasi pandangan bahwa kaum laki-laki pada masa
itu sebenarnya sudah mengetahui fenomena pembodohan yang dilakukan oleh pencetus
gagasan Primogeniture yang merupakan kaum laki-laki juga. Sehingga, hal
tersebut menciderai hakekat perempuan sebagai manusia yang berharkat dan
bermartabat di tengah masyarakat Inggris, dimana masyarakatnya sangat
memperhatikan status sosial dalam bermasyarakat. Menurut pandangan penulis,
pembodohan adalah salah satu fenomena yang nyata terjadi pada perempuan abad
ke-18 di Inggris. Dengan adanya upaya membuat perempuan tertindas oleh
kesuperioritasan pembuat kebijakan yang dilakukan secara sengaja, jika penulis
hubungkan dengan fakta bahwa hanya kaum laki-laki yang diberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk menjadi cendekiawan agar dipandang terhormat dalam
kehidupan bermasyarakat, sebaliknya perempuan hanya memiliki peran inferior dan
haknya dirampas, maka dapat dikatakan secara umum bahwa perempuan di Inggris
pada abad ke-18 adalah korban pembodohan stereotype baik yang secara sengaja
dikembangkan maupun tidak disengaja oleh kaum laki-laki pada masa itu.
2.b.
Sosial Kondisi
Pada
film Sense and Sensibility digambarkan dengan latar tempat pada abad ke-18.
Pada abad tersebut, pengarang menceritakan tentang kondisi sosial masyarakat
tingkat menengah keatas yang ada di Inggris. Seperti yang digambarkan, dalam
film tersebut menjelakan bahwa terdapat satu keluarga yang tinggal di Norland
(sebutan rumah keluarga Dashwood). Keluarga tersebut adalah keluarga Henry
Dashwood yang memiliki 4 orang anak, 3 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Di
Norland Henry tinggal bersama 3 anak perempuan dan istri keduanya.
Henry
dan keluarganya tinggal di rumah yang sangat besar dan memiliki banyak
pembantu. Dalam film ini digambarkan bahwa kebanyakan bangsawan hampir tidak
pernah melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci, menjemur karpet, dll. Di dalam
film ini juga digambarkan bahwa pada abad ke 18 kendaraan yang mereka miliki
berupa kuda beserta keretanya. Cara mereka berkomunikasi satu sama lain juga
masih sangat tradisional yaitu melalui surat menyurat. Jane Austen juga
menjelaskan bahwa pada abad tersebut mereka menemukan pasangan hidup mereka
dengan cara dijodohkan (match maker). Pada umumnya perjodohan tersebut
dilakukan oleh sesama keluarga bangsawan yang memiliki banyak harta sehingga
status sosial dan perekonomian mereka tetap terjamin. Masyarakat pada umunya
menikah di usia yang tergolong masih muda. Masyarakat di Inggris juga memiliki
sebuah tradisi tentang pertunangan. Kaum pria biasanya membawa gunting dan
memotong rambut calon tunangannya dan menyimpannya di dalam / sela cincinnya
sebagai bukti bahwa hati perempuan telah diikat oleh lelaki tersebut. Namun,
tradisi pertunangan ini biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh
pasangan tersebut. Biasanya rumor tentang pernikahan atau pertunangan sesama
bangsawan menyebar dengan sangat cepat, baik itu kabar baik maupun buruk.
2.c.
Dampak Negatif dari Sistem Primogeniture pada abad 18 dalam film Sense and
Sensibility
Sebelum mengkaji
atau menganalisa dampak negatif dari sistem Primogeniture, penulis akan menjelaskan definisi sistem
Primogeniture terlebih dahulu. Primogeniture di Inggris merupakan
warisan sistem feudal dari Normandia. Pembagian warisan dengan sistem
primogeniture menggunakan common law dimana hukum ini berdasarkan adat dan
kebiasaan. Sistem ini digunakan agar kekayaan tidak jatuh ke tangan orang lain.
Pemerintah Inggris menerapkan sistem primogeniture dari tahun 1066 hingga 1962.
Kurang lebih 900 tahun masyarakat Inggris merasakan sistem pembagian warisan
primogeniture. Sistem primogeniture merupakan pembagian warisan yang diberikan
kepada anak laki-laki pertama saja, sedangkan anak yang lain baik laki-laki
maupun perempuan mencari harta dan tahta sendiri tanpa mewarisi apa pun dari
orang tua khususnya ayah.
Melalui
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sistem Primogeniture dalam film Sense
and Sensibility sangat memberatkan bagi
perempuan. Penulis akan menguraikan beberapa kalimat dari dialog yang merupakan refleksi dari dampak negatif yang ditimbulkan dari Sistem Primogeniture terhadap
perempuan dalam film Sense and Sensibility:
1.
“Apakah itu John?”
“Aku disini, Ayah.”
“Hukum melarangku untuk membagi kekayaanku. Jadi kau mewarisi semuanya.
Tanpa bantuanmu, Ibu tirimu dan anak-anaknya nyaris tak punya apa-apa.”
Dari penggalan dialog diatas jelas betapa sistem Primogeniture yang
digunakan oleh masyarakat di Inggris pada abad tersebut sangat memberatkan bagi
kaum perempuan. Elinor, Marianne, Margaret dan Ibunya pada awalnya adalah
keluarga bangsawan. Namun karena Ayahnya, Henry sakit keras, dengan sangat
terpaksa semua harta warisan diserahkan kepada anak laki-laki tertua dalam
keluarga yaitu John. Oleh karena sistem tersebut, Elinor beserta Ibu dan kedua
adik perempuannya terpaksa harus meninggalkan Norland tanpa uang sepeserpun
dari harta warisan Ayahnya. Mereka harus memulai hidup baru dengan tinggal di
rumah sederhana yang kecil dan hanya dengan pendapatan 400 pounds per tahunnya.
2. “Aku
hanya ingin memberimu sedikit petunjuk tentang adikku, Edward.”
“Aku rasa dia menikmati kunjungannya, Fanny.”
“Kau harus tahu bahwa Ibuku, Ny. Ferras punya harapan
besar kepadanya.”
“Aku yakin dia akan memenuhinya.”
“..dalam karir maupun perkawinannya. Dia diharapkan
menikah pada wanita muda dari tingkat tinggi atau kaya, kalau bisa keduanya.
Kebahagiaannya akan bergantung pada harapan Ibu kami. Jika dia menentangnya,
dia tidak akan dapat apa apa.” (dialog
film Sense and Sensibility, 1995)
Dalam dialog diatas merupakan percakapan dari Mary dan
Fanny yaitu Ibu dari Elinor dan istri John. Dalam setiap kalimat yang diucapkan
oleh Fanny menegaskan bahwa Fanny tidak menyukai adiknya Edward untuk
berhubungan dengan Elinor karena Elinor adalah seorang bangsawan yang tidak
memiliki apa-apa (miskin). Oleh karena Elinor tidak mendapatkan warisan apapun
dari ayahnya, Elinor tidak dapat secara sembarangan mencintai pria bangsawan
yang memiliki warisan yang banyak seperti Edward. Edward adalah salah satu pria
yang mendapatkan banyak warisan karena sistem Primogeniture yang di berlakukan
di Inggris pada waktu itu. Sehingga Edward juga harus menikahi perempuan yang
kaya agar status sosial dan perekonomiannya tetap berada pada tempatnya.
3. “Kurasa
pasti menyakitkan bagimu melihat adikku menata Norland menurut seleranya.”
“Ini rumahnya sekarang. Kurasa ia harus lakukan sesuai
seleranya.”
“Ia juga berusaha menata diriku. Aku sangat mengecewakan
keluargaku, Nn. Dashwood. Fanny ingin aku menjadi orang yang penting.
Dibicarakan. Kemana-mana dengan kereta kuda.”
Dialog diatas menegaskan bahwa sistem Primogeniture dapat
membatasi kebahagiaan dan mengatur jalan hidup bagi orang yang menjalaninya.
Keluarga Edward ingin mengatur Edward menjadi seperti apa yang mereka mau
karena Edward adalah anak tertua yang suatu saat akan mewarisi seluruh kekayaan
keluarga Ferras. Sebagai pewaris harta, Edward juga harus berpenampilan
selayaknya anak keturunan bangsawan meskipun itu bertentangan dari keinginan
Edward.
“..
dan kamu tidak merasa dirimu dalam kereta kuda.”
“Kuda
poni dan kereta kecil cocok untukku. Aku ingin masuk ke gereja, jemaat pedesaan
yang tenang. Tapi itu tidak kurang gagah bagi keluargaku. Kurasa kita semua
harus mecari cara sendiri agar bahagia.”
4. “Kekecewaanku
adalah bahwa aku tidak tinggal di Devonshire lagi. Bibiku memaksakan hak
istimewa kekayaannya kepada sepupunya yang miskin dengan mengirimku untuk
bisnis ke London.”
“Dan kau harus berangkat segera?”
“Sebentar lagi.”
Dalam
dialog ini Tn. Willoughby memiliki alasan untuk meninggalkan Marianne karena
bibinya tidak menyetujui pernikahan mereka karena bibinya mengetahui bahwa
Marianne adalah bangsawan miskin sedangkan Tn. Willoughby adalah calon pewaris
harta kekayaan keluarganya. Selain karena alasan Marianne adalah bangsawan
miskin, Tn Willoughby ternyata akan menikahi perempuan lain sehingga membuat
alasan untuk pergi meninggalkan Marianne.
“Jika aku masih nyonya di Norland,
putri-putriku tak akan diperlakukan begini.”
Kalimat
diatas adalah dialog dari Ibu Marianne. Dapat dilihat bahwa sistem
Primogeniture di Inggris pada abad itu sangat menentukan sikap dan tindakan
satu sama lain. Orang akan segan dengan seseorang yang lain jika ia mengetahui
bahwa orang yang ia hadapi adalah seorang bangsawan yang memiliki harta warisan
yang melimpah. Namun jika sebaliknya, orang tersebut akan diperlakukan
semena-mena karena mengetahui ia adalah orang biasa. Seperti halnya Marianne
yang dicampakan Tn. Willoughby karena ia mengetahui bahwa Marianne adalah bangsawan
miskin.
5. “Bagaimanapun,
apa pengaruh harta atau kemegahan dengan kebahagiaan?”
“Kekayaan punya banyak pengaruhnya, kurasa.”
“Elinor, memalukan! Apa kita tidak bahagia? Kita tak
bahagia disinni, dan miskin seperti gipsi.”
“Ya, dan kurasa kita mungkin akan lebih bahagia jika
lebih banyak uang.”
Dari penggalan dialog diatas menegaskan bahwa sistem
Primogeniture juga mempengaruhi pola pikir masyarakat di Inggris terutama
wanita. Dalam film ini, perempuan di Inggris digambarkan sebagian besar
memiliki watak materialistik. Mereka menanggap bahwa uang bisa membeli apapun
termasuk kebahagiaan mereka. Namun bagi Edward harta bukan merupakan suatu hal
yang dapat membeli kebahagiaan.
“Apa
pendapatmu, Edward? Kau percaya uang punya pengaruh pada kebahagiaan?”
“Pastinya
uang bisa memecahkan beberapa masalah. Untuk hal lain, sama sekali tak
berguna.”
Dalam dialog tersebut Edward memaparkan bahwa ia tidak
sependapat dengan pernyataan Marianne tentang kebahagiaan yang didasari atas
uang. Bagi Edward, uang dapat membeli apapun kecuali kebahagiaan.
6. “Jika aku adik laki-laki bukan perempuan, aku
akan lawan Willoughby dan bunuh dia dengan pedangku.”
“Untungnya kau bukan. Karena aku tak suka melihatmu
digantung karena membunuh.”
“aku ingin jadi laki-laki. Perempuan tak bisa berbuat
apa-apa. Laki-laki bisa keliling negri dan berbuat banyak. Dan perempuan cuma
duduk dan menunggu terjadi sesuatu.”
Kalimat tersebut adalah percakapan antara Margaret dan
Ibunya. Dalam kalimat tersebut Margaret berusaha membela kakaknya yang sedang
mengalami masalah karena dicampakan Willoughby, tunangannya. Selain
penggambaran sistem Primogeniture yang sering muncul dalam film Sense and
Sensibility, film ini juga menggambarkan sosok perempuan sebagai sosok
inferior. Perempuan selalu ada di peringkat nomor dua setelah laki-laki. Dengan
segala keterbatasannya sebagai perempuan, mereka dianggap tak berdaya karena
perempuan selalu menunggu dan tidak dapat melakukan apapun.
7.
“Apakah
Ny. Ferras di Exeter?”
“Tidak,
Ibuku ada di kota.”
“Maksudku,
Ny. Edward Ferras.”
“Pasti
maksudmu Ny Robert Ferras. Kau belum dengar? Akhirnya adikku menikah dengan
Nona Lucy Steele. Ketika Ibuku memindahkan warisannya ke Robert, Nona Steel
juga memindahkan perasaannya.”
Dalam dialog tersebut digambarkan bahwa sistem Primogeniture
yang diterapkan di Inggris mengakibatkan perempuan menjadi sangat
materialistis. Apapun akan dilakukan oleh perempuan tersebut demi mendapatkan
apa yang ia mau. Dalam hal ini, perempuan digambarkan akan mendapatkan
bahagianya jika ia menikahi pria bangsawan.
2.d. Perbandingan Metode Pembagian Warisan menurut Hukum Islam dengan
Sistem Primogeniture
Hukum Kewarisan menurut hukum Islam sebagai salah satu
bagian dari hukum kekeluargaan (Al-ahwalus Syahsiyah) sangat penting
dipelajari agar dalam pelaksanaan pembagian harta warisan tidak terjadi
kesalahan dan ketidakadilan seperti yang terjadi pada sistem Primogeniture,
sebab dengan mempelajari hukum kewarisan Islam maka bagi ummat Islam, akan
dapat menunaikan hak-hak yang berkenaan dengan harta warisan setelah
ditinggalkan oleh muwaris (pewaris) dan disampaikan kepada ahli waris yang
berhak untuk menerimanya. Dengan demikian seseorang dapat secara implisit dapat
terhindar dari dosa yakni tidak memakan harta orang yang bukan haknya
dikarenakan tidak ditunaikannya hukum Islam mengenai kewarisan. Hal ini lebih
jauh ditegaskan oleh rasulullah Saw. Yang artinya:
“Belajarlah Al Qur’an dan ajarkanlah
kepada manusia, dan belajarlah faraidh dan ajarkanlah kepada manusia, karena
sesungguhnya aku seorang yang akan mati, dan ilmu akan terangkat, dan bisa jadi
akan ada dua orang berselisih, tetapi tak akan mereka bertemu seorang yang akan
mengabarkannya (HR. Ahmad, Turmudzi dan An Nasa’I”)
Perlu
diketahui bahwa Harta waris, merupakan harta yang diberikan dari orang yang
telah meninggal kepada orang-orang terdekatnya seperti keluarga dan
kerabat-kerabatnya. Pembagian
harta waris dalam islam telah begitu jelas diatur dalam al qur an, yaitu pada
surat An Nisa. Allah dengan segala rahmat-Nya, telah memberikan pedoman dalam
mengarahkan manusia dalam hal pembagian harta warisan. Pembagian harta ini pun
bertujuan agar di antara manusia yang ditinggalkan tidak terjadi perselisihan
dalam membagikan harta waris. Harta waris
dibagikan jika memang orang yang meninggal meninggalkan harta yang berguna bagi
orang lain.
Pembagian
harta waris dalam islam telah ditetukan dalam al qur an surat an nisa secara
gamblang dan dapat kita simpulkan bahwa ada 6 tipe persentase pembagian harta
waris, ada pihak yang mendapatkan setengah (1/2), seperempat (1/4),
seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6),
mari kita bahas satu per satu, khususnya tipe (1/2)
Pembagian harta waris bagi orang-orang yang berhak
mendapatkan waris separoh (1/2) :
1.
Seorang suami yang ditinggalkan oleh istri
dengan syarat ia tidak memiliki keturunan anak laki-laki maupun perempuan,
walaupun keturunan tersebut tidak berasal dari suaminya yang sekarang (Anak
Tiri)
2.
Seorang suami yang
ditinggalkan oleh istri dengan syarat ia tidak memiliki keturunan anak
laki-laki maupun perempuan, walaupun keturunan tersebut tidak berasal dari
suaminya kini
(anaktiri)
3.
Seorang anak kandung
perempuan dengan 2 syarat: pewaris tidak memiliki anak laki-laki, dan anak
tersebut merupakan anak tunggal.
4.
Cucu perempuan dari
keturunan anak laki-laki dengan 3 syarat: apabila cucu tersebut tidak memiliki
anak laki-laki, dia merupakan cucu tunggal, dan Apabila pewaris tidak lagi
mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.
5.
Saudara kandung perempuan
dengan syarat: ia hanya seorang diri (tidak memiliki saudara lain) baik
perempuan maupun laki-laki, dan pewaris tidak memiliki ayah atau kakek ataupun
keturunan baik laki-laki maupun perempuan.
6.
Saudara perempuan se-ayah
dengan syarat: Apabila ia tidak mempunyai saudara (hanya seorang diri), pewaris
tidak memiliki saudara kandung baik perempuan maupun laki-laki dan pewaris
tidak memiliki ayah atau kakek dan keturunan.
Dari cara pembagian warisan menurut
islam diatas, jelas terlihat betapa semua sanak saudara dari sebuah keluarga
yang ditinggalkan baik itu laki-laki maupun perempuan, seluruhnya mendapatkan
haknya sebagai ahli waris sesuai dengan kodrat dan kedudukannya sebagai anggota
keluarga. Dalam hal ini, jika dibandingkan dengan cara pembagian warisan
menurut system Primogeniture yang diterapkan di Inggris abad ke-18, mulailah
terlihat betapa jauhnya dari kesempurnaan cara manusia dengan cara Allah SWT
menunjukan jalan dalam hal pembagian warisan yang sangat sempurna dan adil.
BAB
III
KESIMPULAN
Dalam tulisan ini, penulis
menggambarkan kembali realitas sosial yang menarik untuk diamati melalui sebuah
penelitian yang berjudul pengaruh sistem primogeniture terhadap kehidupan
perempuan bangsawan di Inggris pada abad ke 18 dalam film Sense and Sensibility
melalui kajian feminis liberal. Penelitian yang bersifat observasi dari
beberapa data ini mendeskripsikan dampak-dampak yang terjadi atas diimplementasikannya
sistem bagi waris Primogeniture di kalangan perempuan. Terutama, bangsawan
inggris dalam film tersebut, dimana film Sense and Sensibility merupakan
refleksi sebenarnya dari kehidupan para bangsawan perempuan yang hidup dimasa
system primogeniture diterapkan.
Secara keseluruhan, penulisan ini
hanya menganalisis sistem
Primogeniture sebagai pengalihan pola pikir tradisional perempuan inggris yang berpandangan
inferior dalam berperan dan berkehidupan, mengetahui dampak
negatif dari sistem Primogeniture di Inggris, mendeskripsikan sosial kondisi
melalui percakapan karakter yang mendukung judul penulisan, dan membandingkan
metode pembagian warisan menurut hukum islam dengan system primogeniture yang
merugikan perempuan. Sehingga, disimpulkan bahwa keempat fokus penulisan
tersebut dapat menganalisis pengaruh sistem primogeniture terhadap kehidupan
perempuan, khusunya di kalangan bangsawan Inggris.